Selasa, 09 Juni 2009

Bagaimana Polisi Pertanggungjawabannya?



Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyerukan dihentikannya penggunaan kekuatan yang berlebihan serta tindakan represif oleh Polri terhadap aksi protes mahasiswa terkait kenaikan harga BBM di berbagai wilayah. “Tindakan paksa polri masuk Unas sama sekali tidak bisa dibenarkan. Itu reaksi emosional bukan profesional,” ujar Koordinator Kontras, Usman Hamid dalam siaran persnya, kemarin. Menurut dia alasan polisi masuk mencari oknum mahasiswa yang melanggar hukum atau melakukan kekerasan terhadap aparat harus ditempuh dengan proses hukum. Bukan dengan cara memasuki areal kampus, merusak, memukul, menangkap sewenang-wenang, termasuk oleh aparat yang berseragam sipil saat masuk hingga mengangkut mahasiswa ke dalam kendaraan aparat. Menurut Usman, tindakan oleh aparat itu sudah melampaui batas karena Polri sebagai penegak hukum, pengayom masyarakat malah ikut melanggar hukum dan kekerasan. Bahkan, ujar dia, komandan lapangan terkesan membolehkan reaksi brutal itu. “Jika ingin tindak aksi mahasiswa yang melawan hukum, reaksi Polri harus memakai metode dialogis, minta bantuan rektorat karena Polri adalah community justice, bukan alat represif security,” lanjut dia. Sebagai aparat penegak hukum, sikap Polri tidak boleh ofensif bahkan harus mengedepankan sikap persuasif, dan defensif dengan memakai alat pelindung saat bertugas seperti perisai, helm, dan baju pam. Selain itu, Usman menyatakan bahwa adanya granat sangat berbahaya bagi jiwa orang yang ada di lokasi tersebut. Karena itu, harus diusut tuntas siapa yang membawa termasuk motif di baliknya yang bisa jadi ingin membuat kerusuhan, menghadap-hadapkan Polri dengan mahasiswa. “Kapolri harus bertanggungjawab dengan menindak anggotanya yang melanggar hukum,” tegasnya. Sementara itu Mabes Polri secara resmi menyatakan penyerbuan polisi ke dalam kampus, menangkap 100-an mahasiswa termasuk melakukan perusakan menjadi tanggung jawab petugas itu sendiri. “Yang bertanggung jawab itu personel, kalau ada yang melakukan penghancuran dan pengerusakan,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Abubakar Nataprawira di Mabes Polri seperti dikutip dari Antara. Dikatakannya, saat ini tengah kasus pengerusakan motor mahasiswa dan pecahnya kaca-kaca di kampus Unas tengah diselidiki oleh Propam. Untuk itu, Abubakar meminta kepada pihak yang mempunyai rekaman berupa video, maupun VCD supaya diserahkan ke Mabes Polri sebagai bukti. “Mabes Polri sudah meminta tim Propam untuk mengkaji pengerusakan itu,” ujarnya. Namun Abubakar tegas membantah, bahwa polisi yang bertugas saat itu melakukan penjarahan di kantin Unas. “Itu kami bantah. Itu mahasiswa yang melakukannya. Botolnya digunakan untuk melakukan pelemparan,” kilahnya. Mahasiswa dibebaskan Aparat kepolisian kembali akan melakukan pembebasan terhadap 39 mahasiswa Universitas Nasional (Unas), Jakarta, yang ditahan Polres Jakarta Selatan pada kericuhan aksi unjuk rasa di kampus Unas, Sabtu dinihari. “Sebanyak 39 orang hanya pemakai ganja. Mereka akan dibebaskan dalam waktu 3x24 jam dan tidak dikenai penahanan,” kata Abu Bakar. Hingga kemarin, lanjutnya, sebanyak 77 mahasiswa sudah dikeluarkan dari tahanan Polres Jakarta Selatan. “Kita menahan 150 mahasiswa dan 16 orang warga yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa,” tandasnya. Sebelumnya, aksi penolakan kenaikan BBM yang dilakukan mahasiswa di kampus Unas, Sabtu dini hari, diwarnai kericuhan. Pihak mahasiswa mengklaim sekitar 157 mahasiswa ditahan. Pada Minggu pagi, 71 mahasiswa dibebaskan polisi. Sebanyak 30 mahasiswa Universitas Nasional (Unas) yang terlibat dalam bentrok dengan pihak polisi saat demo kenaikan BBM Sabtu kemarin, diminta menandatangani berita acara penahanan selama 20 hari. “Anak saya bersama 30 rekan lainnya disuruh menandatangani berita acara penahanan 20 hari oleh pihak kepolisian. Tapi kami memilih menunggu dampingan pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dulu,”ujar Pita ibu dari salah seorang mahasiswa Unas, Fikar yang saat ini tengah berada di tahanan lantai III, Polres Jakarta Selatan. Saat menjenguk putranya yang masih bestatus sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Unas semester III ini, Pika berharap agar pihak Rektor Unas segera membantu mahasiswanya agar segera dikeluarkan dari tahanan. Pika juga ingin kasus yang menimpa anaknya jangan dicampur adukan dengan masalah kasus narkoba. “Mau saya, anak saya jangan dimurnikan menjadi kasus narkoba. Demo ya demo, narkoba ya narkoba. Tolong para rektor cepat-cepat diselesaikan kasus ini,” harap Pika. Kini para mahasiswa yang sedang berada di tahanan Polres Jakarta Selatan tak hanya diminta untuk menandatangani berita acara penahanan soal demo. Mereka juga diminta menandatangani berita acara penahanan soal narkoba. “Tadi anak saya disuruh tanda tangan dua berita acara, yaitu tentang demo dan narkoba. Kalau masalah narkoba kan bisa nanti setelah diselesaikan kasus demo dulu,” katanya. Dalam kesempatan itu, ia juga minta kepada pihak Rektor Unas untuk melakukan pengecekan tes urin terkait masalah narkoba yang membelit anak didiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar